|
|
|
|
|
 |
 |
 |
 |
 |
 |
 |
 |
 |
|
|
|
|
|
BENARKAH PENYAKIT SAPI GILA MENULAR PADA MANUSIA
?
Oleh :
Dr. H. Santoso Soeroso,SpA(K),MARS
RS. Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso
Jakarta
Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE)
adalah penyakit yang disebabkan oleh bahan infeksius yang baru dikenal
dan disebut prion. BSE menyerang sapi dan tanda-tanda BSE itulah
yang baru-baru ini ditemukan pada seekor sapi di Washington, Amerika
Serikat sehingga menyebabkan kepanikan di seluruh dunia.
Mengapa kepanikan itu muncul ? Karena Amerika Serikat adalah produsen
besar daging sapi dan turunannya dan diduga prion yang menyebabkan
BSE , dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang
dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy
(SSE).
Prion
Dunia kesehatan selalu dihadapkan pada fenomena
baru setiap kali ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mengungkapkan
sesuatu yang baru. Prion protein (PrP) atau biasa disebut prion
adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang
yang terkena penyakit radang otak yang tidak diketahui sebabnya
yang disebut bovine spongiform encephalopathy. Prion bukan benda
hidup yang lengkap layaknya bakteri, virus ataupun protozoa. Prion
dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam
nukleat dan oleh karenanya dia tahan terhadap semua prosedur yang
bertujuan mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim
protease ,sinar ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti
deterjen, zat yang menimbulkan denaturasi protein seperti obat disinfektan
atau pemanasan/perebusan. Namun yang mengherankan prion memiliki
kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini
belum diketahui. Prion sampai sekarang dianggap sebagai benda yang
bertanggung jawab terhadap kejadian ensefalopati pada penyakit sapi
gila (BSE), Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD) , Gerstmann-Straussler
Syndrome dan penyakit Kuru sejenis penyakit kelumpuhan yang timbul
pada keluarga tertentu . Semuanya memiliki gejala yang sama yaitu
jaringan otaknya mengalami degenerasi menjadi benda yang berlubang
– lubang kecil seperti layaknya karet busa atau spons dan
oleh karena itu disebut sebagai spongiform encephalopathy, keadaan
itu sejalan dengan gangguan pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan
yang terjadi yang semakin lama semakin berat dan akhirnya menimbulkan
kematian..
Sebenarnya, struktur gene Prion telah ditemukan , dan diketahui
pula bahwa pada binatang yang terinfeksi maupun pada percobaan inokulasi
prion maka akan terjadi penumpukan prion pada jaringan otak . Prion
diduga menyebar melalui dan di dalam jaringan saraf . Kesenjangan
pengetahuan tentang biologi molekuler prion dan patogenesis penyakit
yang disebabkannya, sampai sekarang masih besar dan secara intensif
sedang dilakukan penelitian untuk memperkecil kesejangan itu .
Creutzfeldt-Jakob Disease dan varian
CJD
Gejala CJD diawali perlahan-lahan dengan munculnya
kebingungan, kemudian timbul kepikunan yang progresif , lalu timbul
kesulitan berjalan.serta gemetaran . Selanjutnya penyakit menyerang
dengan cepat dan kematian biasanya terjadi dalam 3 – 12 bulan,
dengan rata-rata 7 bulan.
Penyakit CJD telah dilaporkan oleh berbagai negara di dunia, antara
lain Amerika Serikat, Chili, Slovakia dan Israel. Tetapi pada pertengahan
tahun 1999 telah dilaporkan lebih dari 40 kasus mirip CJD yang dikenal
sebagai variant Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD) dan hampir semua
kasus berasal dari Inggris , negara dimana dalam 10 tahun sebelumnya
terjadi wabah BSE yang menimpa ribuan sapi. Keprihatinan yang timbul
disebabkan kemungkinan penularan CJD karena mengkonsumsi daging
sapi yang terkena infeksi prion menyebabkan dilakukannya penelitian
epidemiologi secara besar-besaran . Hasil penelitian sampai saat
ini menyatakan bahwa varian baru CJD mungkin memang ada. Penyakit
itu yang dikenal cebagai vCJD , dilaporkan muncul di Inggris dan
beberapa negara Eropa. Akan tetapi sebenarnya CJD dan vCJD adalah
dua hal yang berbeda, karena tidak seperti CJD yang menyerang orang-orang
usia lanjut (60 – 80 tahun, dan lebih dari 99% menyerang umur
lebih dari 35 tahun) , vCJD menyerang anak muda (20-30 tahun), di
samping itu hasil pemeriksaan elektroensefalografipun berbeda, dan
perjalanan penyakit vCJD lebih panjang daripada CJD. Varian CJD
berlangsung 12 – 15 bulan sedangkan CJD hanya 3 – 6
bulan. Dalam eksperimen pada otak tikus, ternyata otak sapi yang
sakit dapat menularkan penyakit spongiform encephalopathy yang sama
pada tikus. Meskipun demikian belum tentu BSE merupakan penyebab
vCJD. Karena meskipun penyakit itu serupa namun banyak perbedaan
yang jelas yang mendukung bahwa mungkin vCJD hanyalah suatu varian
dari CJD yang ditemukan setelah dilakukan penelitian epidemiologi
besar-besaran sehubungan dengan dugaan kemungkinan BSE sebagai penyebab
CJD.
Pengendalian infeksi
Prion dikenal menyebabkan penyakit pada binatang
yaitu penyakit sapi gila, scrapie pada domba dan kambing, serta
ensefalopati yang ditularkan pada minks, dan pada kijang Empat prion
diketahui menyebabkan penyakit neurodegeneratif yang ditularkan.(transmissible
neuro degenerative disease) pada manusia yaitu CJD , Gertsmann-Scheinker
Syndrome, penyakit Kuru dan fatal familial insomnia. Seperti telah
dibicarakan dimuka, pada tahun 1999 suatu varian baru CJD (vCJD)
muncul dan dikaitkan keberadaannya dengan penyakit sapi gila. Meskipun
demikian sampai sekarang belum ada bukti yang terdokumentasi bahwa
infeksi prion pada manusia terjadi akibat penularan prion dari binatang.
Sampai sekarang hanya manusia yang diyakini sebagai reservoir Creutzfeldt-Jakob
Disease. Dalam catatan kepustakaan, penularan CJD dari manusia ke
manusia dapat terjadi pada penggunaan alat yang tidak steril dari
prion, misalnya pernah dilaporkan pada operasi transplantasi kornea
mata, dan penggunaan elektroda perak pada stereotaktik elektroensefalografi
. Di dalam penelitian di laboratorium, jaringan otak, cairan otak
dan sumsum tulang belakang yang mengandung prion akan terus menularkan
penyakit tersebut apabila diberikan kepada primata dan hewan lainnya.
Penularan prion yang terkait CJD sampai sekarang masih sulit dikontrol
melalui sterilisasi karena sifatnya yang tahan terhadap cara-cara
sterilisasi biasa termasuk merebus dalam air sampai mendidih, memberikan
radiasi ultraviolet, radiasi pengion, alkohol 70%, dan formalin
10%.
|
|
|
|
|
|
Sapi Gila Tak Pengaruhi Penjualan Sapi Untuk Kurban
JAKARTA--MIOL: Penyakit sapi gila yang akhir-akhir
ini menjadi isu nasional tak mempengaruhi penjualan sapi sebagai
hewan kurban, bahkan para pedagang mengaku mengalami peningkatan
penjualan sapi hingga 10-20 persen.
"Menjelang Idul Adha tahun ini, penjualan sapi kami meningkat
cukup baik dibanding Idul Adha tahun kemarin sebesar 10 hingga 20
persen," kata seorang penjual hewan kurban jenis sapi Bima
yang mangkal di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Muhdar Dena
yang ditemui ANTARA, Jumat. Guru SLTP yang menggunakan kesempatan
Idul Adha untuk berdagang sapi itu mengatakan, dari 100 sapi yang
dijual sejak seminggu yang lalu, sekitar 60 sapi sudah terjual,
padahal tahun-tahun lalu pihaknya hanya bisa menjual 50 ekor sampai
malam menjelang Idul Adha. Pihaknya, ujar dia, juga menjual kerbau
yang karena lebih berat dan besar harganya lebih mahal, kalau sapi
yang memiliki berat 400kg dijual Rp5 juta dan yang 200kg dijual
Rp3 juta, maka kerbau dengan berat 450kg dijual Rp 7,6 juta. Ia
mengatakan, dari hasil penjualan hewan kurban sapi dan kerbau tersebut
ia dapat memperoleh keuntungan hingga Rp100-150 ribu per ekor setelah
dikurangi ongkos kirim dan pakan sapi. Sementara itu pedagang sapi
Bali, Suparno, juga mengalami hal sama yang penjualannya meningkat
hingga 10-20 persen. Tahun lalu dia hanya menjual 50 ekor, sekarang
bisa sampai 50 ekor lebih, katanya. Sapi Bali harganya lebih mahal
dibanding sapi Bima karena lebih besar. Harga sapi Bali bisa mencapai
sekitar Rp9 juta disbanding sapi Bima yang harganya sekitar Rp.5
juta.
Kambing, Selain penjualan sapi yang meningkat, penjualan
kambing dan domba juga naik.
Taufik, pedagang hewan kurban jenis kambing dan domba di tempat
yang sama, mengatakan, pada Idul Adha tahun ini penjualan hewan
kurbannya juga meningkat 10-20 persen dibanding tahun lalu.
Menurut dia, peningkatan itu terjadi karena tahun lalu musim hujan
terus-menerus sehingga minat pembelipun berkurang. Ia mengatakan,
harga kambing dan domba bervariasi tergantung beratnya, untuk kambing
seberat 15-20kg dijual Rp500 ribu, sedangkan untuk domba seberat
30-35kg harganya berkisar Rp1 juta sampai Rp1,5 juta.
"Tetapi ada juga pembeli yang tidak peduli dengan berat asalkan
kambing tersebut terlihat mulus dan cantik, maka orang akan memilihnya
meskipun beratnya kurang, malah kambing yang seperti itu bisa lebih
mahal," katanya.
Sementara itu di luar lokasi penjualan hewan kurban harga daging
di pasar relatif stabil tidak ada penurunan dan kenaikan, yakni
Rp40 ribu per kg.
"Dua hari sebelum Idul Adha harga daging tetap pada harga biasa,
justru setelah Lebaran Haji nanti daging biasanya jadi lebih mahal,"
kata Wita seorang pedagang daging di Pasar Minggu. Wita menambahkan,
justru penjualan ayam yang mengalami penurunan dengan adanya isu
flu burung. Penurunan itu, menurut dia, mencapai 30-40 persen. (Ant/Ol-01)
|
|
|
|
|
|
Pembeli
Tanyakan Soal Kondisi Kesehatan Sapi
Medan-RoL-- Meskipun hingga kini di wilayah Sumatera
Utara tidak ditemukan penyakit kuku mulut dan sapi gila namun mayoritas
umat Islam yang akan membeli hewan korban menanyakan soal kondisi
kesehatan sapi dan kambing sebelum binatang tersebut dibeli untuk
keperluan korban.
Berdasarkan pantauan LKBN ANTARA, Selasa, di sejumlah pusat perdagangan
hewan korban di JL. A.H Nasution Medan mayoritas pembeli sapi dan
kambing memeriksa kondisi hewan yang akan diperuntukan bagi keperluan
korban saat Idul Adha pada Minggu (1/2). Para pembeli terlebih dahulu
memeriksanya dengan membuka mulut kambing kendati pedagang sapi
dan kambing telah menyatakan bahwa hewan yang dijualnya itu terbebas
dari penyakit hewan seperti kuku dan mulut serta sapi gila tapi
sebagian pembeli masih belum percaya atas jaminan itu.
"Terpenting memeriksa kondisi fisik hewan yang akan kita beli
guna menghindari kemungkinan hewan terkena penyakit,"tegas
Ny. Hartatik dan Salam warga Medan yang mendatangi lokasi penjualan
hewan tersebut di seputar Asrama Haji Medan. Hewan tersebut menurut
para pedagang juga sudah diperiksa petugas dari Dinas Peternakan
Sumut dan dinyatakan sehat untuk diperdagangkan kepada masyarakat.
Para pedagang hewan itu mengaku aktivitas perdagangan sapi dan kambing
untuk keperluan Idul Adha 1424 H sekarang ini masih sepi diperkirakan
baru akan ramai tiga atau dua hari menjelang perayaan hari raya
haji. Harga sapi dan kambing, kata para pedagang menjelang Idul
Adha 1424 H mengalami kenaikan meskipun demikian pembeli masih sepi,
harga sapi bisa mencapai jutaan rupiah sementara kambing minimal
Rp600.000,- per ekor. Hewan tersebut kebanyakan didatangkan dari
luar kota Medan seperti Binjai bahkan ada yang berasal dari propinsi
Nangroe Aceh Darussalam ( NAD ).
Mereka belum bisa memprediksikan mengenai peluang bisnis sapi dan
kambing untuk keperluan korban namun mereka optimis bahkan pembeli
bakal ramai tiga hari menjelang Idul Adha. ant/abi
|
|
|
|
|
|
Serangan
Sapi Gila dan Flu Burung Diharapkan Dongkrak Pasar Udang
Surabaya-RoL-- Serangan sapi gila (mad cow ) dan
flu burung yang menyerang sejumlah negara diharapkan akan bisa mendongkrak
pemasaran udang yang sempat terpuruk akibat diberlakukannya antidumping
terhadap komoditi tersebut, utamanya untuk pasar Amerika Serikat
(AS).
"Mudah-mudahan peluang ini bisa ditangkap para pelaku usaha
dengan baik sehingga volume maupun nilainya meningkat," kata
Ketua Asosiasi Perusahaan Coldstorage Indonesia (APCI) Jatim, Johan
Suryadarma, di Surabaya, Senin(26/1). Serangan sapi gila telah berdampak
terhadap pasar daging sapi dunia. Selang beberapa saat kemudian
muncul adanya serangan flu burung yang mempengaruhi pasar daging
ayam.
Dalam kondisi seperti itu, pemasaran udang dari Jatim maupun Indonesia
diharapkan bisa meningkat, meskipun sebelumnya komoditi itu sempat
terkena aturan antidumping di AS dan isu mengandung antibiotik (chloraphinicol)
di pasar Jepang. "Udang kita sejak Juli 2003 sudah lolos dari
antidumping. Mudah-mudahan ekspor kita ke AS dan Eropa meningkat
antara 10-15 persen," ucapnya. Sedangkan untuk ekspor ke Jepang,
ia mengakui, produk udang Jatim kemungkinan akan masih menghadapi
kendala psikologis setelah udang dari Cina yang diekspor ke Jepang
diduga mengandung antibiotik, kendati udang Indonesia sudah dinyatakan
bebas dari kandungan itu.
Johan berharap peluang tersebut didukung dengan kondisi politik
dan keamanan yang kondusif pada saat pelaksanaan Pemilu sehingga
para petambak, pengusaha coldstorage dan yang terkait lainnya bisa
meningkatkan kinerjanya.
Proses produksi diharapkan menggunakan zat-zat yang ramah lingkungan.
Jika terpaksa menggunakan zat-zat kimia harus dibawah batas yang
diminta pasar. Sementara itu, harga udang Jatim pada akhir 2003
sempat terpuruk hingga mencapai Rp15 ribu kilogram.
Namun, pasar udang saat ini sudah mulai menghangat sehingga harga
udang mulai naik hingga mencapai Rp20 ribu per kilogram (ukuran
70). Udang yang kini banyak dibudidayakan di Jatim diantaranya jenis
udang windu (Black Tiger), Vanamae dan Mexican White (Stylirostris).
Produktivitas udang windu saat ini sekitar dua ton per petak, sedangkan
jenis lainnya mencapai 10 ton per petak. Ant/fif
|
|
|
|
|
|
Peternak
di Bengkulu Diminta Waspada Terhadap Sapi Gila
Bengkulu- Rol --Para peternak dan masyarakat di
Bengkulu diminta waspada terhadap penyakit sapi gila (bovine spongifarm
encephal poathy--BSE), yang kini menjangkiti ternak sapi di berbagai
negara.
"Penyakit tersebut sangat berbahaya, jadi kita minta agar peternak,
pedagang daging dan masyarakat selalu waspada dan kalau melihat
kelainan pada sapi atau dagingnya segera melaporkannya," kata
Kapala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu, drh.
Daryanto di Bengkulu, Jumat.
Guna mencegah berjangkitnya virus sapi gila itu, dalam waktu dekat
akan dilakukan sosialisasi dengan mengundang para peternak, pedagang
dan masyarakat. Ia mengku, di Bengkulu belum ditemukan adanya sapi
yang mengindap penyakit BSE itu, namun perlu dilakukan tindakan
pencegahan mengingat penyakit itu dapat menular pada manusia yang
mengkonsumi daging sapi itu. Menurutnya, ada beberpa gejala klinis
yang perlu diwaspadai khususnya oleh para peternak terhadap sapi
yang mengindap penyakit BSE yakni berat badan menurun, produksi
susu turun, namun selera makannya tetap. Selain itu, pada mental
sapi itu juga terjadi perubahan seperti selalu ketakutan, gelisah,
mudah terkejut, tidak dapat bangun jika terjatuh.
Ia menjelaskan, kemungkinan masuknya penyakit sapi gila ke Bengkulu
relatif kecil, mengingat daerah itu tidak mendatangkan daging dari
daerah atau negara lain. "Memang kemungkinan masuknya penyakit
sapi gila ke Bengkulu relatif kecil, tapi kita herus tetap waspada,"
katanya.ant/mim
|
|
|
|
|
|
Meski
Terancam SAPI GILA, Restoran AS Nekat Sajikan OTAK SAPI!
Ketakutan akan penyakit sapi gila menyusul ditemukannya
kasus sapi gila di Washington, 23 Desember 2003, tak membuat Cecelia
Coan takut menyantap hidangan favoritnya: sandwich otak sapi!
Coan malah lebih takut kena kolesterol yang membahayakan jantungnya
ketimbang penyakit sapi gila. “Aku malah takut menderita penyumbatan
pembuluh darah,“ kata wanita berusia 40 tahun ini. Ia selalu
pergi makan siang di restoran Hilltop Inn untuk mendapatkan sandwich
kesukaannya.
“Uh, rasanya lebih enak dari siput, sushi atau hidangan lezat
lainnya,” kata Coan.
Otak sapi di restoran ini dicampur dengan adonan telur, bumbu dan
tepung. Setelah digoreng dalam minyak goreng yang banyak sekali,
otak sapi ini akan menggembung seperti martabak. Hmm, enaknya, dimakan
panas-panas.
Hidangan khas otak sapi ini sampai ke Amerika dibawa para pendatang
dari Jerman dan Belanda. Sejumlah keluarga memiliki resep rahasia
yang diturunkan dari generasi ke generasi. “Kasus sapi gila
sama sekali tak membuat kami ketakutan,“ kata Coan, yang bekerja
sebagai kasir di sebuah bank. Ia suka menyantap otak sapi yang dihidangkan
dengan mustard dan acar bawang.
“Bagaimana pun juga kita semua akan mati. Kalau tidak meninggal
dengan bahagia ya menyedihkan,“ tambahnya cuek.
Hidangan otak sapi biasanya disajikan di restoran Jerman yang dikelolala
secara turun temurun seperti Hilltop Inn. Restoran di Ohio Rivercity
ini sudah buka sejak tahun 1837.
Satu-satunya cara menghentikan pola makan penggemar fanatik masakan
otak sapi ini adalah menghentikan persediaan otak sapi di pasaran.
Departemen Pertanian AS kabarnya akan mengeluarkan peraturan baru
yang melarang penjualan otak ternak selama 3 tahun atau lebih lama
lagi.
Larangan selama 3 tahun atau lebih ini, diberlakukan mengingat penyakit
sapi gila memiliki karakteristik dengan masa inkubasi yang panjang
hingga beberapa tahun. Inkubasi pada sapi berlangsung antara tiga
tahun hingga delapan tahun.
Tetapi sejumlah penyelia daging sapi di Indiana seperti Dewig Brothers
Meats, sudah menghentikan sama sekali penjualan otak sapi kepada
konsumen. Sejak buka tahun 1916, mereka menjual otak sapi kepada
perorangan atau restoran dengan harga 1,5-2 dolar AS setiap pon.
Larangan penjualan otak sapi ini kemungkinan besar akan mengalihkan
perhatian konsumen ke hidangan otak babi. Tetapi, mereka kurang
begitu menyukainya karena ukurannya lebih kecil dan rasanya kalah
lezat ketimbang otak sapi.
“Kalau otak sapi rasanya benar-benar menyatu dengan adonan
bumbunya,” kata Dewig. Kegemaran makan otak sapi ini tak terbatas
di Indiana. Di California, seperti di kota Stockton, otak sapi diramu
dengan taco, dan dijual menggunakan truk keliling. Mereka menyebutnya
dengan nama Spanyol, “sesos”.
Di kota-kota perbatasan Texas, ada masakan khas dari kepala sapi
dan otak sapi yang disebut “barbacoa”. Biasanya dihidangkan
selama liburan.
Penelitian mengungkapkan penyebab penyakit sapi gila adalah ketidaknormalan
struktur molekul prion (PrP). Prion adalah molekul protein dengan
bobot molekul 25 kDA dan tersusun atas sekitar 230 residu asam amino.
Prion ini sangat tahan terhadap segala macam tingkat keasaman (pH),
juga terhadap pendinginan atau pembekuan. Protein ini baru inaktif
setelah dipanaskan dengan dengan otoklaf (alat pemanas dengan tekanan
tinggi) pada suhu 134-138 derajat Celcius selama 18 menit.
“Otak sapi harus dimasak dengan suhu 1200 derajat untuk mematikan
prionnya. Itu artinya dua kali lebih tinggi dari suhu ketika ketika
kita menggoreng otak sapi dengan cara biasa,” kata Derrer
dari Indiana’s Animal Health Board.
Agaknya butuh lebih dari satu kasus sapi gila untuk bisa menghentikan
orang-orang seperti Nick Morrow (45) yang sudah menggemari sandwich
otak sapi sejak anak-anak. “Penyakit sapi gila sama sekali
jauh dari pikiranku.”
“Apalagi aku belum menang lotere, untuk apa memikirkan penyakit
ini,“ katanya bergurau sambil menikmati otak sapi panas yang
terhidang dihadapannya. (zrp/AP)
Sumber : Berbagai Sumber.
|
|
|
|
|
|
ANTHRAX
| DIARE | DHF/DBD
| D.
CHIKUNGUYA | FILARIASIS
| FLU
BURUNG | HEPATITIS
| HIV/AIDS |
J. ENCEPHALITIS | LEPTOSPIRA
| MALARIA
| NAPZA
| PNEUMONIA |
SAPI
GILA | SARS
| TUBERKULOSIS |
TOXOPLASMOSIS |
EPILEPSI
|
|
|
|
|
|
|